Persoalan PSBB dan PSBM, Satgas Dinilai Tak Punya Konsep Penanggulangan Penyebaran

JAKARTA, suaralira.com - Persoalan hiruk pikuk akan kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan dan, muncul desakan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM) menjadi sorotan LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA). Dimana hiruk pikuk itu kita nilai, Satgas Covid-19 nasional tidak punya konsep penanggulangan penyebaran virus, papar Sekjen DPP LSM LIRA Budi Siswanto, di Jakarta melalui pesan WhatsApp, Sabtu (12/09/2020).
 
Dikatakan Budi, logikanya bila di Jakarta semua kelurahan dan kecamatan sudah masuk kluster penularan, ngapain lagi bicara mikro, dan alasan tersebut asal beda saja dengan kebijakan pemerintah DKI sehingga dijadikan objek kritisan. Diharapkan, mari kita ikuti lebih awal kebijakan yang akan dikerja pihak DKI, dimana sebelum penetapan kebijakan nanti, yang mana saat ini sebelum diterbitkan kebijakan, pihak pemerintah sudah melakukan tracking sampai rumah-kerumah warga dan bukan lagi dari RT/RW.
 
"Malah kita mengkritisi soal usulan atau ajuan atas PSBM. Dan apakah ajuan PSBM itu ada dasarnya," tanya Budi Siswanto mengkritisi ajuan k3ebijakan PSBM.
 
Budi berharap untuk mengambil kebijakan terkait kesehatan, apalagi persoalan penyebaran virus covid-19 perlu kita padatkan bersama para ahlinya. Dan tidak perlu membanding-bandingkan kebijakan kepala daerah dari satu daerah ke daerah lain karena Virus Covid-19 ini tidak kelihatan.
 
"Mari kita saling bersatu mendukung bangsa ini keluar dari penyebaran virus dan keluar dari krisis," ujarnya sambil merangkul.
 
Begini Penjelasan Satgas COVID-19 soal Perbedaan PSBB dan PSBM
 
Wiku Adisasmito (Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden)
 
Sementara itu, Setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) akan diberlakukan, muncul desakan pembatasan sosial berskala mikro (PSBM). Juru bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito menjelaskan perbedaan keduanya.
 
"Intinya, mikro itu lebih kecil daripada besarnya. Itu kan besar bisa provinsi, bisa kabupaten/kota," kata Wiku saat dihubungi, Jumat (11/9/2020) sebagai dilansir detik.com.
 
PSBB yang selama ini diterapkan, kata Wiku, mencakup wilayah yang cukup luas, seperti provinsi hingga kota. PSBB pun diajukan oleh gubernur atau wali kota. 
 
"Selama ini kan PSBB itu berskala besarnya bisa diajukan gubernur atau bupati/wali kota, jadi skalanya bisa provinsi, bisa kabupaten, bisa kota," ujarnya.
 
Wiku mengatakan PSBM hingga kini belum memiliki aturan. Namun pelaksanaan PSBM dapat dilakukan pada tingkat kecamatan hingga RT. 
 
"Nah, mikro lebih kecil dari itu, maksudnya tuh begitu, meskipun aturannya belum ada. Tapi intinya pelaksanaannya karena di satu wilayah besar tadi, misalnya kota, apalagi kotanya besar, itu kan sebenarnya bisa terdiri dari kecamatan, kelurahan, RW, RT," ucapnya.
 
PSBM, kata Wiku, bisa dilakukan di satu kecamatan tertentu dengan ada kasus. PSBM dapat dilakukan secara matang apabila didukung oleh pendataan dan sistem infrastruktur yang kuat.
 
"Mikro itu pembatasannya di kecamatan tertentu yang ada kasusnya, nanti kan bisa ke kelurahan, itu bisa terjadi kalau datanya cukup komplet. Artinya, infrastruktur pemerintahan, infrastruktur kesehatannya, itu cukup baik, sehingga bisa pembatasannya di skala lebih kecil. Infrastruktur itu juga termasuk infrastruktur support ya, misalnya pasar, pokoknya kebutuhan logistiklah," sebut Wiku.
 
"Nah, jadi misalkan klaster, misalkan ada kasus klasternya pabrik dan itu di kecamatan tertentu, sudah, di situ saja, nggak usah kemana-mana. Maksudnya mikro itu, biar cepat selesai, nggak kena yang lainnya, dan lainnya nggak ada masalah, serta nggak usah ikut," imbuhnya.
 
Sebelumnya, wacana PSBB mikro (PSBM) mendapat respons positif dari Presiden Joko Widodo. Pernyataan Jokowi soal PSBM itu diutarakan dalam pertemuan bersama pimpinan redaksi media pada Kamis (10/9). Jokowi, kata juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, menganggap PSBM akan lebih efektif dengan penerapan protokol kesehatan.
 
"Saya ikut mendampingi Presiden kemarin (Kamis, 10/9). Beliau menekankan, berdasarkan pengalaman empiris dan pendapat ahli sepanjang menangani pandemi COVID-19, pembatasan sosial berskala mikro/ komunitas lebih efektif menerapkan disiplin protokol kesehatan," jelas Fadjorel, Jumat (11/9/2020) sebagaimana dilansir detik.com.
 
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi juga mendorong Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberlakukan PSBM. Prasetio mengatakan pembatasan yang lebih ketat saat ini dinilai lebih penting.
 
"Karena memang wilayah di zona merah ini menjadi bahaya kalau tidak dijaga. Sudah lama Jakarta zona merah. Yang terpenting di sini, PSBB mikro dengan pengawasan di RT-RT itu," kata Prasetio dalam keterangan tertulisnya, Jumat (11/9) dikutip dari detik.com.
 
Prasetio meminta Pemprov DKI memetakan wilayah zona merah hingga tingkat RT. Dengan begitu, pengendalian dapat dilakukan secara lebih detail. Prasetio juga meminta Pemprov DKI terus bersinergi dengan TNI-Polri dalam pengawasan wilayah zona merah tersebut.
 
"Yang perlu dilakukan saat ini memang bekerja, mempererat sinergi dengan TNI-Polri mulai tingkat kelurahan, dan hati-hati membuat statement yang bisa membuat IHSG anjlok," ujarnya.
 
Kembali Sekjen DPP LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) menambahkan, dalam kondisi ini kita tidak menyalahkan respon Presiden Jokowi, namun kita iba atas program yang nyata serta masukan dari para menteri, khususnya menteri kesehatan yang menjadi leading sektoralnya malah dinilainya selalu blunder.
 
Namun dipahami beliau (Budi-red) bahwa Presiden dinilai sulit untuk memberikan tekanan terhadap bawahannya, mengingat bawahannya kebanyakan dari unsur partai politik (parpol) bahkan petinggi parpol yang mengusung. "Maka, saatnya kita berharap dan sangat mendukung atas ketegasan beliau dalam mengambil alih komando gugus tugas ini," ujar Budi Siswanto sambil berucap agar kita segera keluar dari krisis yang lebih dalam. (red/ sl/ dtc)