Prajurit TNI yang Tembak Mati Teroris Santoso Naik Pangkat

JAKARTA (suaralira.com) - Prajurit TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas (Satgas) Operasi Tinombala yang telah berhasil menumpas kelompok teroris Santoso di wilayah Poso, Sulawesi Tengah, akan menerima kenaikan pangkat luar biasa.

"Saya menyampaikan apresiasi dan bangga. Saya akan berikan kenaikan pangkat luar biasa, yaitu Bintara dan Tamtama termasuk juga yang menangkap dan menewaskan kelompok Santoso," ujar Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo di Plaza Mabes TNI Cilangkap Jakarta Timur, Selasa, 19 Juli 2016.

Gatot Nurmantyo menyampaikan apresiasi dan bangga kepada Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol Rudi Sufahriadi sebagai Kepala Penanggung jawab Operasi Tinombala dan  Wakil Asisten Pengamanan Kasad Brigjen TNI Ilyas, serta seluruh personel TNI dan Kepolisian Satgas Tinombala atas keberhasilannya dalam melaksanakan operasi.
 
Menurut Gatot Nurmantyo, Operasi Tinombala adalah keterpaduan kerja sama tim yang baik. Tim yang berhasil menewaskan Santoso dan Muchtar, sejak 13 hari yang lalu sudah berangkat menuju sasaran dengan menempuh jarak 11 kilometer dalam waktu tiga hari.

"Tim Operasi Tinombala bergerak pada malam hari, karena harus senyap supaya tidak terlihat dan selama delapan hari sudah mengendap di tempat yang sudah dicurigai," ucapnya.
 
Gatot menuturkan, Satgas Operasi Tinombala tersebut bukan hanya dari tim Batalyon 515 Raider/Kostrad saja, tetapi keterpaduan dari seluruh personel Satgas Tinombala, baik TNI maupun Polri.
 
"Saya sampaikan apresiasi kepada semua tim, yang telah berhasil melumpuhkan kelompok teroris Santoso. Saya bangga dengan tim yang pantang menyerah dengan situasi yang sangat sulit," kata Gatot Nurmantyo.
 
Kepada awak media, Panglima TNI menegaskan bahwa operasi ini adalah momentum yang baik. Ditambah lagi dengan Operasi Teritorial dengan berbagai instansi, guna meningkatkan taraf hidup masyarakat di wilayah tersebut.
 
Dalam kesempatan tersebut, Gatot Nurmantyo mengingatkan jangan menganggap teroris sebagai kriminal biasa, sehingga proses hukumnya hanya hukum pidana.

"Teroris saat ini kuantitasnya tidak begitu banyak, tetapi kualitasnya dapat menghancurkan lebih banyak. Seharusnya kita berpikir bahwasanya teroris itu adalah kejahatan negara, sehingga harus diantisipasi oleh semua komponen bangsa," katanya.