JAKARTA, SUARALIRA.com - Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia akan menghadapi krisis energi dalam beberapa tahun ke depan. Oleh karena itu, pemerintah pun mencanangkan program pembangkit listrik 35.000 megawatt (mw) untuk memenuhi elektrifikasi di Indonesia.
Namun, penggunaan pembangkit tenaga listrik yang konvesional akan berimbas negatif ke depannya. Karenanya, pemerintah berupaya menggali energi baru terbarukan (EBT) untuk memenuhi kebutuhan energi masa depan.
Salah satu yang bisa menjadi alternatif adalah energi nuklir. Namun, penggunaan nuklir tidak bisa menjadi solusi jangka pendek. Anggota Dewan Energi Nasional Soni Keraf mengatakan prospek PLTN tidak bisa menjadi solusi untuk 35.000 megawatt karena PLTN butuh proses yang lama.
“PLTN butuh 20 tahun untuk kebijakan energi. PLTN itu pilihan terakhir, masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan, misalnya soal ekonominya," kata dia kala dihubungi Okezone di Jakarta.
Menurutnya, yang paling sulit dalam membangun PLTN adalah menentukan tempat pembangunannya. "Di pulau jawa sudah ditolak sekarang kita konsen membangun batu bara untuk mengedepankan tenaga angin dan air,” jelas dia.
Sekadar informasi, Presiden Jokowi akan menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) yang menjadi payung hukum untuk memuluskan pembangunan proyek pembangkit listrik 35 ribu mw. Saat ini pembangunan masih terkendala mulai dari perizinan, pembebasan lahan untuk transmisi dan gardu induk, hingga soal penegakan hukum. (okz/sl)