PERISKOP : Menakar Kondisi Ekonomi, Inflasi hingga Harga Minyak di 2017

JAKARTA (suaralira.com) - Tahun 2016 telah berakhir. Banyak kalangan menilai gejolak ekonomi tahun ini tidak kalah dahsyat dibandingkan 2015. Mengingat ada beberapa peristiwa luar biasa di tahun 2016 yang berdampak pada kondisi ekonomi di dunia. 
 
Sebut saja keluarnya Inggris dari kelompok Uni Eropa, gonjang-ganjing negara OPEC dengan pasokan minyak dunia hingga yang terbaru terpilihnya Presiden AS Donald Trump. Peristiwa tersebut membuat beberapa mata uang negara berkembang porak-poranda, termasuk Rupiah yang runtuh pasca terpilihnya Trump. 
 
Sebagian pengamat menilai tahun depan ada harapan bagi ekonomi Indonesia. Tapi tidak sedikit juga yang bilang kalau 2017 masih penuh dengan ketidakpastian. Bahkan, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengingatkan bahwa ekonomi Indonesia pada tahun depan masih dihantui oleh pelemahan ekonomi. 
Dalam outlook ekonomi 10 November 2016, Darmin mengaku melihat adanya kemungkinan revisi asumsi pertumbuhan ekonomi global pada tahun 2017 mendatang. Darmin menyebutkan, ekonomi China masih berpotensi mengalami perlambatan pada tahun 2017 mendatang. Adapun harapan muncul pada ekonomi India yang masih tumbuh cukup tinggi. 
 
Pengamat Ekonomi Anggito Abimanyu mengatakan, pertumbuhan ekonomi dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar 5,1% cukup rasional. Dia menilai, proyeksi tersebut berarti tidak ada perbaikan ekonomi yang cukup menonjol. Pemerintah juga dianggap tidak mengabaikan tantangan global sebagai tekanan yang akan membuat usaha-usaha meningkatkan ekonomi. 
 
"Saya rasa itu baik agar tidak memberikan harapan yang berlebihan," kata dia kepada Okezone. 
 
Dia menilai, sektor konsumsi masih konsumsi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi tahun depan. Pengamat ekonomi Faisal Basri memproyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya 4,9% sedangnya tahun depan kemungkinan mencapai 5%. Hal ini sejalan dengan konsumsi yang masih melambat. 
 
Sementara itu, Ekonom yang juga mantan Menteri Keuangan era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) Chatib Basri, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2017 dapat mencapai 5,2%. 
 
"(Tahun 2016) 5% sampai 5,1%. (Tahun 2017) sekitar 5,1% sampai 5,2%," ujarnya di Hotel Kempinski beberapa waktu lalu. 
 
Meski belum begitu membaik, ekonomi Indonesia tahun depan dinilai masih memiliki harapan. Tercermin dari Bank Pembangunan Asia (ADB) yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2017 sebesar 5,1%. Meskipun proyeksi pertumbuhan wilayah Asia dipangkas 0,1%. 
 
Dari sisi Inflasi, pemerintah menargetkan dalam APBN 2017, inflasi berada di kisaran 4%. Pengamat Ekonomi Anggito Abimanyu menilai kemungkinan ada beberapa hal yang bisa mengerek inflasi tahun 2017. Namun, inflasi diyakini masih berada di kisaran 4%. 
 
"Tahun depan kan akan ada kenaikan tarif dasar listrik akan pengaruhi inflasi kita dan ada juga inflasi pangan dan kita di khawatirkan bisa memicu inflasi," ucapnya. 
 
Selain listrik, rencana kenaikan BBM jenis solar juga bisa mendorong inflasi. Kendati demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai, rencana kenaikan solar tahun depan tidak akan berpengaruh banyak pada inflasi. Pasalnya, tidak banyak kendaraan yang menggunakan solar. 
 
"Kalau nanti naik berpengaruh, tapi kalau solar kan peranannya kecil cuma 3% untuk penghitungan inflasi," papar Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo di Gedung BPS.
 
Menurutnya, kenaikan harga solar tidak langsung berdampak ke inflasi. Kecuali jika transportasi darat langsung menaikkan tarif angkutan. 
 
Adapun Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia Juda Agung berpendapat, kontribusi kenaikan listrik pada inflasi sebesar 0,8% sampai 0,9%. Dia menilai, kenaikan listrik tahun depan pengaruhnya hanya sesaat karena tidak berdampak pada kenaikan tarif lainnya. 
 
"Kenaikan listrik beda dengan BBM, listrik untuk rumah tangga jadi enggak ke transmisi ke transportasi, sembako dan lainnya, ini one time shock," imbuh dia. 
 
Terkait harga minyak tahun depan, Anggito mengatakan kenaikan harga minyak dunia akan sangat bergantung pada permintaan global. Namun dirinya tak menampik akan ada pemulihan harga minyak tahun depan yang mulai terasa sejak akhir tahun 2016. 
 
"Harga kan cenderung naik dan mudah-mudahan bisa di kompensasi dari kenaikan permintaan global bisa me-recover sedikit mungkin masih di USD50," tambah dia. 
 
Sebelumnya, World Bank (Bank Dunia) pada Kamis menaikkan proyeksi untuk harga minyak pada 2017, karena anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) mempersiapkan diri untuk membatasi produksi mereka. 
 
Dalam laporan "Prospek Pasar Komoditas" kuartalan terbaru, pemberi pinjaman yang berbasis di Washington itu memperkirakan harga minyak mentah pada 2017 akan mencapai USD55 per barel, meningkatkan proyeksinya dari USD53 per barel pada Juli. 
 
Sekadar informasi, berikut adalah asumsi makro yang disepakati dalam UU APBN 2017: 
1. Pertumbuhan ekonomi dalam RAPBN 2017 disepakati 5,1%   
2. Inflasi: 4,0%   
3. Nilai tukar Rupiah: Rp13.300 per USD   
4. SPN 3 bulan: 5,3%   
5. Harga minyak: USD45 per barel
 
(okz/sl)