Foto : e-KTP sedang di sortir petugas/Net

Korupsi Proyek e-KTP Diduga Sarat Kepentingan Elite Politik

JAKARTA (suaralira.com) - Penerapan program KTP Elektronik atau biasa disebut e-KTP yang sudah berjalan, sampai saat ini masih meninggalkan jejak hitam terkait bobolnya uang negara hingga triliyunan rupiah. Kejahatan korupsi model seperti ini selalu berulang, dan menambah daftar panjang kasus korupsi di tanah air. 'Extra ordinary crime' di Indonesia, demikian menurut ketua umum Serikat Kerakyatan Indonesia (SAKTI), Standarkiaa Latief dalam rilisnya.
 
Proses penyelidikan dan penyidikan yang sedang berjalan di lembaga anti rasuah (KPK) seolah 'tarik ulur' mengikuti irama dinamika politik nasional yang berkembang di ranah eksekutif, dan legislatif. Masyarakat luas dan media nasional seperti menjadi bagian dari irama tersebut, untuk dimainkan opininya demi kepentingan-kepentingan khusus para pihak yang terkait kisruh proyek penyeragaman nomor identitas penduduk di Indonesia.
 
Merujuk kondisi di atas, menjadi pertanyaan seberapa besar keberanian KPK membongkar dan menangkap para pelaku kejahatan mega korupsi ini, sesuai amanat undang-undang yang diembannya.
 
"Oleh itu, demi Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, SAKTI mendesak KPK agar konsisten dalam penegakan kepastian hukum (law enforcement), atas kejahatan korupsi yang sudah kasat mata terjadi, khususnya saat ini dalam upaya mengungkap dan menangkap para aktor korupsi proyek e-KTP," ungkapnya.
 
Pertama, Sesuai amanat UU No.3 Tahun 2002 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi pada bagian Penjelasan Umum, bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai trigger mechanism, yaitu sebagai pemicu dan pemberdayaan institusi yang telah ada dalam pemberantasan korupsi.
 
Kedua, KPK jangan bersikap abu-abu dan diskriminatif dalam upayanya menangkap elit-elit strategis partai politik, yang terindikasi kuat terlibat dengan bukti-bukti hukum yang sah dan meyakinkan, termasuk dugaan kuat keterlibatan pimpinan tertinggi legislatif saat ini.
 
Ketiga, KPK juga harus transparan dalam mengungkap kejahatan korupsi, apalagi dalam penanganan kasus korupsi e-KTP yang sejak tahun 2011 telah tercium aroma konspirasi dan kolusi dalam proses awal proyek tersebut. Sehingga, KPK tidak terjerembab menjadi alat tawar menawar konflik kepentingan kekuatan politik untuk pemilu 2019 nanti.
 
Demikian disampaikan sekaligus menyerukan kepada segenap masyarakat luas untuk terus aktif melakukan kontrol ketat secara kritis terhadap proses pemberantasan korupsi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, demi Indonesia yang berkeadilan dan menjadi lebih baik kedepan.
 
Menanggapi pernyataan Standarkiaa Latief, Wakil Sekjen DPP Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), Adjie Rimbawan, sangat mendukung sikap ketua umum SAKTI, yang telah mendesak KPK dalam hal ketegasan demi menjaga konsistensi penegakan hukum di Indonesia.
 
"Temuan investigasi yang dilakukan sejak 2011, bahwa pialang proyek e-KTP tersebut adalah orang yang diduga kuat sebagai utusan partai Golkar untuk mengawal kepentingan-kepentingannya. Oleh karena itu KPK harus segera menangkap pimpinan Partai Golkar yang terindikasi kuat terlibat korupsi proyek e-KTP yang telah merugikan negara hingga Rp 3 triliyun lebih. KPK jangan hanya berkutat dalam wacana-wacana retorik, sehingga bisa menurunkan kredibilitas lembaga anti rasuah tersebut," tegasnya.
 
"KPK tidak boleh mempertaruhkan kredibilitasnya demi kepentingan kekuatan politik tertentu. Jika itu terjadi, dukungan publik akan surut terhadap KPK sehingga membiarkan lembaga tersebut menjadi sasaran tekanan politik pihak-pihak yang berkepentingan memandulkan peran KPK," tambah Adjie Rimbawan.
 
(red/sl)