Istana Klarifikasi ke DPR soal Typo Usia Pimpinan KPK di UU

JAKARTA, suaralira.com - Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno mengatakan Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi sudah dikirim DPR ke Presiden Joko Widodo. Namun, Pratikno menyebut UU KPK yang baru itu masih terdapat kesalahan penulisan alias typo.
 
"Sudah dikirim, tetapi masih ada typo, yang itu kami minta klarifikasi. Jadi mereka (DPR) sudah proses mengirim (lagi) katanya, sudah (dibahas) di Baleg," kata Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (03/10).
 
Pratikno menyebut pihaknya sudah meminta klarifikasi atas typo dalam UU KPK yang baru itu. Ia tak ingin nantinya ada perbedaan interpretasi terhadap payung hukum baru bagi lembaga antikorupsi. Namun, Pratikno tak mengungkap berapa jumlah kesalahan penulisan dalam UU KPK yang baru itu.
 
"Ya typo-typo yang perlu klarifikasi, yang nanti bisa menimbulkan interpretasi," ujarnya saat dilansir cnn Indonesia.
 
Jika melihat UU KPK hasil revisi yang telah disepakati DPR dan pemerintah, salah satu kalimat yang typo terdapat pada Pasal 29. Pasal itu berisi syarat-syarat untuk menjadi pimpinan KPK.
 
Kesalahan penulisan terdapat di Pasal 29 huruf e. Dalam huruf e itu tertulis, "Berusia paling rendah 50 (empat puluh) tahun dan paling tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan." Typo tersebut ada dalam penulisan usia. Di kalimat tertulis 50, namun di dalam kurung tertulis 40.
 
Sampai saat ini, Jokowi belum juga meneken UU KPK hasil revisi. UU baru itu disahkan oleh DPR pada 17 September lalu, meski menuai kecaman dari banyak pihak karena dianggap melemahkan KPK.
 
"Belum (ditandatangani presisen)," kata Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama Kementerian Hukum dan HAM, Bambang Wiyono saat dikonfirmasi, Rabu (2/10).
 
Merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, RUU yang sudah disepakati bersama DPR dan pemerintah dikirim ke presiden untuk disahkan.
 
Presiden, dalam waktu paling lama 30 hari dari waktu RUU itu disetujui DPR dan pemerintah, mengesahkan RUU tersebut. Jika dalam jangka waktu itu tak ditandatangani presiden, maka RUU tersebut tetap sah berlaku.
 
"Satu bulan otomatis (berlaku), jadi UU sesuai ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan," ujar Bambang. (cnn/ sl)