TEGAL (suaralira.com) - Para pengusaha logam menilai, itu terjadi karena perekonomian yang belum stabil dan harga minyak mentah yang murah membuat industri logam di Tegal sedang lesu.
Dibalik itu mengakibatkan memengaruhi kebutuhan peralatan pertambangan. Sehingga para pengusaha logam yang sudah bertahun-tahun harus berputar otak untuk bertahan dan tidak gulung tikar, kata Pengusaha logam di Jalan Cempaka, Sukamto Rochman saat ditemui wartawan, yang dilansir jpnn.
Dikatakannya, jika dalam kondisi normal bengkel bubutnya memproduksi peralatan pertambangan mencapai 50 unit dalam sebulan. Bulan ini, sama sekali tidak ada pembeli.
Delapan dari 25 karyawan yang masih bertahan, paling-paling hanya mengerjakan peralatan untuk persediaan. Akibatnya, terjadi penurunan pendapatan yang signifikan.
“Penurunan pendapatan mencapai 90 persen. Kalau kondisinya tidak berubah, saya tidak yakin bisa bertahan,” katanya, saat ditemui Selasa (2/8).
Sukamto yang juga ketua Kelompok Usaha Bersama (KUB) SU Anwari mengemukakan, kondisi ini juga dirasakan pengusaha lainnya. Di Jalan Cempaka, ada sekitar 50 pengusaha logam. Sekitar sepuluh persen dari jumlah tersebut, memilih berhenti beroperasi.
Sementara untuk bahan baku, menurut Sukamto, harganya cukup melambung tinggi. Bahan baku besi mencapai Rp 10-15 ribu per kilogram, aluminium Rp 20-25 ribu per kilogram, dan kuningan Rp 40-60 ribu per kilogram.
Terkait bantuan mesin yang sempat ditawarkan dari dinas terkait, pria berkumis itu mengaku telah melakukan komunikasi. “Saya sudah komunikasi, dan katanya gagal lelang,” jelasnya.
Sukamto berharap, baik dinas maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal dapat menjadi jembatan untuk mencari solusi agar kondisi industri logam kembali pulih dari kelesuan. (*)