JAKARTA, SUARALIRA.com - Dua kali jadi Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengaku dipusingkan dengan masalah lumpur Lapindo. Masalah yang cukup menguras pikirannya yakni masalah pembayaran dana talangan dari APBN yang harus dikeluarkan pemerintah.
"Lapindo ini saya sepakat masalah yang rumit. Dari usulan awal (dana talangan) itu 781 miliar, kemudian diverifikasi oleh BPKP naik jadi Rp 827 miliar karena rupanya masih ada kekurangan dari hitungan BPKP," kata Sri Mulyani saat rapat dengan Komisi XI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
"Nah dari dana itu terserap Rp 773 miliar, jadi dana kekurangan Rp 54 miliar diusulkan masuk APBN-P 2016," tambahnya.
Masalah rupanya tak hanya sampai di situ, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) yang ditunjuk pemerintah mendata warga yang terdampak lumpur rupanya juga belum menyelesaikan verifikasi atas berkas sisa warga yang tanah dan bangunannya terdampak lumpur. Sehingga dipastikan, proses pencairan dana talangan akan molor.
Selain itu, sejumlah pengusaha yang juga terkena dampak lumpur juga belum mendapat ganti rugi pembayaran dari PT Minarak Lapindo. Hal itu membuat DPR mengusulkan tambahan dana talangan Rp 701 miliar untuk menalangi pembayaran kepada pengusaha.
"Bahwa yang kena dampak tak hanya rumah tangga, tapi juga pengusaha, termasuk UKM. Tapi berpegang pada keputusan Mahkamah Agung, terkait apa yang bisa ditalangi, apa yang tidak. Bahwa itu (tambahan dana talangan) tidak ada di APBN-P 2016 dan di RAPBN 2017," kata Sri Mulyani.
Selain itu, lanjut dia, Presiden Joko Widodo dalam rapat kabine juga memberi arahan untuk tidak mengalokasikan anggaran untuk dana talangan di luar yang sudah ditetapkan tahun ini sebesar Rp 54 miliar.
"Saya baru 3 bulan jadi menteri, jadi masih harus lihat penyusunan anggaran 2016. Tapi di sidang kabinet Februari lalu, arahan Pak Presiden jelas, tidak ada lagi alokasi untuk penggantian korban lumpur Lapindo. Untuk pengusaha, sudah disepakati dengan Minarak Lapindo diselesaikan business to business," ucap Sri Mulyani. (dtc/sl)